Kemarin anak saya yang sulung pesan minta dibelikan mie goreng Aceh. Baiklah, dia memang sangat suka makan mie goreng Aceh ini. Pulang dari ITB jam 17.00 saya segera meluncur menuju kedai Gampoeng Aceh yang terletak di jalan Dago di samping Hotel Holiday Inn Bandung. Gampoeng artinya kampung, jadi Gampoeng Aceh maksudnya kampung Aceh. Di Bandung cukup banyak kedai mie goreng khas Aceh, salah satunya Gampoeng Aceh itu. Saya mencatat kehadiran pedagang mie goreng Aceh mulai menjamur di kota Bandung pasca tragedi tsunami yang memilukan di akhir tahun 2004. Sejak itu nama Aceh menjadi terkenal di seluruh dunia, dan sejak itu pula ekspansi perantau dari Aceh ke kota Bandung cukup besar jumlahnya.
Kedai Gampoeng Aceh dirancang seperti kafe. Banyak anak muda suka mangkal di sana, apalagi pada malam minggu. Maklumlah lokasinya di Jalan Dago yang terkenal sebagai tempat nongkrong anak muda setiap malam, khususnya pada akhir pekan.
Macam-macam makanan khas Aceh yang dijual di sana. Ada martabak Aceh (yang sebenarnya mirip dengan telur dadar), roti cane, gulai kari, dan sebagainya. Nah, saya mau makan roti cane (canai) dulu ah sebelum pulang. Roti cane adalah roti khas India/Timur Tengah. Roti ini dimasak di atas wajan datar, ketika hampir matang roti tersebut digebuk hingga pipih. Hancur deh, tapi disitu pula nikmatnya. Rasanya agak asin. Roti cane bisa dimakan dengan gulai kari, atau kuah sop. Tetapi sekarang variasi pendamping makan roti cane sudah lebih bervariasi, bisa pakai keju, coklat, dan sebagainya, mengikuti selera anak muda zaman kini. Karena saya ingin makan roti cane saja tanpa embel apapun, maka pelayan menyediakan gula pasir jika ingin rotinya terasa agak manis.
Di Padang juga ada roti cane semacam ini, biasanya dijual pada pedagang martabak mesir/martabak Kubang. Sekarang pedagang martabak Kubang ada di mana-mana. Di Jakarta martabak Kubang yang terkena di Jalan Saharjo sehingga sering disebut Kubang Saharjo. Kalau di Bandung martabak kubang ada di Jalan Terusan Jakarta (baca tulisan saya terdahulu tentang martabak Kubang di Bandung).
Makan roti cane tentu tidak lengkap tanpa minum. Nah, saya minta dihidangkan minuman khas Aceh yang bernama es timun. Es timun terbuat dari serutan buah ketimun (Sunda: bonteng), diberi air, gula, dan es batu, ahhhh… segar rasanya.
Dulu semasa kecil di Padang saya sering minum es timun. Biasanya es timun dibuat orang pada bulan puasa sebagai minuman pembuka puasa. Jadi terkenang masa kecil nih…
Nah, mana pesanan anak saya? Oh, ini dia sudah datang, mie goreng Aceh. Mie goreng Aceh adalah mie goreng yang dicampur dengan sayur tauge dan dimasak dengan bumbu khas Aceh. Saya pernah baca bahwa di Aceh sendiri makanan mie goreng ini sudah menjadi makanan sehari-hari. Rasa mie goreng Aceh sangat khas, mienya bulat dan berukuran cukup besar. Mantaplah pokoknya. Selain mie goreng juga ada nasi goreng khas Aceh, cuman saya lebih suka mie goreng daripada nasi goreng. Nasi gorengnya agak kering, masih kalah dengan rasa nasi goreng khas Minang/Padang di Pasar Simpang dago. .
Yuk, ah, saya mau pulang dulu. Anak saya di rumah tentu sudah menanti-nanti mie goreng Aceh kesukaannya. Jika ingin lebih lengkap, pulang ke rumah melewati Jalan Aceh yang rindang dan sejuk. Nama Aceh memang sudah melekat di hati orang Bandung sejak zaman dulu, sampai-sampai diberi nama jalan di wilayah kota yang banyak bangunan militernya.
1 komentar:
Keliatan enak tuh gan mie gorengnya,,
Posting Komentar